Sabtu, 23 Agustus 2008

Foto-foto Reuni Asrama Cemara Lima 2008

Acara Reuni Asrama Cemara Lima UGM yang direncanakan tanggal 17 Agustus 2008 kemarin akhirnya berlangsung juga. Warga yang hadir lumayan banyak, walaupun sebelumnya ada sedikit keraguan akan berapa banyak warga asrama yang bisa hadir karena kini alumninya sudah terpencar di penjuru negeri dengan berbagai kesibukan masing-masing.

Acara reuni sendiri sejatinya bermaksud sebagai ajang silaturahmi, mempererat tali persaudaraan juga melepas kangen dengan sesama warga yang dulu pernah satu masa menempati Asrama Cemara Lima. Di asrama ini dulu warganya pernah saling berinteraksi dan mengadakan acara kegiatan bersama semacam Orientasi Warga Baru sampai main bola bersama. Pastinya tiap warga juga mempunyai kenangan pribadinya sendiri di tempat yang pernah ditempati setidaknya di suatu periode studi di UGM ini.

Teman-teman yang ingin melihat foto-foto acara kemarin bisa mengunjungi situs ini:

Foto-foto Reuni Asrama 2008

Beberapa diantaranya ditampilkan di sini :

Foto di depan gedung asrama, tembok yang terlihat di belakang merupakan bangunan yang terletak di atas kebun yang dulu biasa digunakan sebagai jalan pintas menuju warung makan Bu Andeng.

Muflih Dahlan bersama warga asrama angkatan baru

Berfoto bersama di ruang parkir, sebelum acara sarasehan dimulai.

Bonsai Kenangan

Frederix Kiuk tentang kesan pesannya tinggal di Asrama Cemara Lima. Mas Kiuk ini tanpa sengaja ketemu Hafis di jalan beberapa hari sebelum acara reuni.

Muflih dahlan menceritakan pengalamannya tinggal di Asrama


Pemotongan Tumpeng, diserahkan dari yang muda ke yang tua, Mr The Mono (Darmono), Penjaga Asrama yang berdomisili di Karanggayam, kampung dimana asrama ini terletak.

Wahyu Widodo, (Mantan orang terkuat di Asrama he…he..he..) memberikan tumpeng pada Mas Suryadi, Penjaga Asrama dari Universitas yang sekarang bertugas di Asrama Ratna Ningsih.

Berfoto bersama setelah acara selesai.

Dari Acara reuni kemarin warga sepakat untuk membentuk satu ikatan alumni yang diberi nama Ikatan Alumni Asrama Cemara Lima UGM (IAACL UGM), mengenai kepengurusan, visi dan misi dan kegiatannya silahkan didiskusikan lebih lanjut dalam blog ini. Masukan, usulan, saran, silahkan langsung komentar dalam postingan ini..

Terima kasih.

Jumat, 08 Agustus 2008

Burjo Instan Dari Asrama Cemara Lima

Yogya, KU

Siapa sih yang tak kenal bubur kacang ijo (burjo)? Mulai dari anak-anak, remaja, orang dewasa, hingga orang tua tentu kenal burjo. Menurut informasi, 62% mahasiswa di Yogya adalah penikmat burjo. Tidak heran bila warung-warung burjo tumbuh subur di sekitar lingkungan kampus di Yogya.

Melihat fenomena ini, beberapa mahasiswa yang tinggal di Asrama Mahasiswa Cemara Lima milik UGM melakukan penelitian inovasi pangan. Mereka adalah Margianto, Sunarso, M. Pantas Ardiansyah, Sulthon Andis Sahara, dan Dody Indra. Setelah bekerja keras cukup lama, akhirnya mereka menemukan resep burjo instan.

Menurut Margianto, ketua kelompok peneliti tersebut, hasil penelitian ini mereka ikutsertakan dalam Lomba Inovasi Bisnis yang dilaksanakan oleh ITB pertengahan tahun 2006. "Hasil penelitian ini kami ikutsertakan dalam lomba Innovative Entrepreneurship Challengge (IEC) ITB 2006 se-Jawa. Peneliti kita meraih juara pertama, dan menyisihkan 300 peserta dari universitas lainnya se-Jawa," kata mahasiswa Fakultas Biologi 2002 ini.

Lalu, apa kelebihan burjo instan ini? Kata Dody Indra, terdapat beberapa kelebihan burjo instan dibandingkan dengan burjo biasa. "Burjo instan ini aman bagi kesehatan, kandungan gizinya tetap, tahan lama dan tanpa bahan pengawet," ujar mahasiswa fakultas Kedokteran Hewan ini.

Lebih lanjut M. Pantas Ardiansyah menambahkan, burjo instan merupakan salah satu makanan alternatif yang praktis, sehat, dan bergizi."Kelebihan produk ini praktis dan cepat saji, tanpa pengawet, alami, bergizi tinggi, dan tidak mengubah bentuk asli biji kacang hijau. Komposisi kandungan karbohidrat sebesar 72,13%, protein 17,29%, dan energi 354,24 kal/kg," kata mahasiswa jurusan Teknik Industri 2002 ini.

Kini burjo instan sudah siap dipasarkan. Tetapi, sebelum menjadi seperti sekarang, para pemrakarsanya harus kerja keras membuatnya."Tahap-tahap dalam pembuatan burjo instan cepat saji ini adalah dari penyeleksian biji, perendaman, perebusan, pengukusan, pengeringan, serta pengemasan," ujar Sulthon.

Ketika ditanyakan tentang banyaknya warung burjo yang sudah eksis selama ini, Sunarso mengatakan bahwa warung-warung burjo yang sudah ada bukan menjadi faktor penghambat bagi pemasaran produk mereka kelak. Warung tersebut akan mereka jadikan mitra. "Selama ini pola makan konsumen yang terbiasa makan di warung-warung burjo harus diubah dan digantikan dengan menu burjo instan. Mengubah pola makan masyarakat memang tidak mudah. Di Yogyakarta warung burjo semakin lama semakin bertambah dan menjamur di lingkungan kampus. Hal ini bukanlah faktor penghambat tapi tantangan untuk bisa menjalin kerja sama dan menjadikan warung burjo yang ada sebagai partner atau agen bagi perusahaan," kata Sunarso yang ingin produk ini segera dipasarkan.

Hak paten

Agar burjo instan menjadi "milik" para peneliti dari Asrama Cemara Lima ini, maka muncul ide untuk mematenkannya. "Langkah yang perlu dipersiapkan untuk menanggulangi persaingan agar bisa tetap bertahan adalah dengan mematenkan produk ini ke HAKI agar tidak bisa ditiru. Selain itu juga melakukan research atau penelitian secara terus-menerus untuk mendapatkan produk yang lebih sempurna lagi," tambah Sunarso.

Lebih lanjut Sunarso menambahkan, "Burjo instan ini nantinya diharapkan memiliki brand atau merk dagang yang berbeda–beda dengan bahan dasar yang sama berupa kacang hijau. Misalnya produk pertama disebut dengan burjo instan dengan bahan dasar berupa kacang hijau. Produk kedua disebut dengan Burjo Spesial dengan bahan dasar berupa kacang hijau dan ketan hitam yang di tambah susu. Bisa juga burjo aneka rasa dengan aroma dan rasa yang beraneka ragam misalnya rasa nanas, strawbery, jeruk, anggur dan lain-lain," kata laki-laki kelahiran Blitar, 20 April 1985 ini.

Seperti halnya mi instan, nasi instan, roti, sarden dan snack yang selalu menjadi bekal bagi setiap orang bepergian, maka burjo instan juga akan menambah koleksi makanan instan dalam menemani petualangan atau perjalanan yang panjang dan menyenangkan bagi kita semua. Proses penyeduhan burjo instan sangat mudah. Burjo instan siap saji hanya dengan menambahkan air panas. Setelah menunggu selama 3 menit, maka burjo instan sudah bisa dinikmati. Tegasnya, bila Anda sewaktu-waktu menginginkan burjo instan, Anda hanya tinggal menyeduhnya (Gusti Grehenson)

Sumber :

Kabar UGM Online

KONSTRUKSI ASRAMA SUSUN TAHAN GEMPA

Tulisan di Kisah Asrama Mahasiswa UGM "Cemara Lima" Yogyakarta mengingatkan kisah-kisah ketika menjadi warga asrama tersebut selama kurang lebih 8 tahun (ya, 8 tahun!). Andai saja tidak direnovasi karena kerusakan yang sudah sedemikian parah dan penghuninya sementara diungsikan di asrama Dharmaputra yang juga milik UGM, barangkali kelulusan ketika itu akan lebih lama tertunda. Karena asrama Dharmaputra jauh dari kampus sementara ketika itu diriku masih menjadi pedestrian maka memilih mencari kos yang tidak jauh dari asrama Cemara Lima di kampung Karanggayam.

Sebelum bercerita bagaimana konstruksi asrama tersebut sehingga tahan gempa tetapi tidak tahan bocor, ada hal yang lebih penting bahwa kehidupan di asrama dengan 96 kamar membuat banyak pelajaran bagaimana hidup di asrama susun. Walau wujudnya sebelum direnovasi sungguh memprihatinkan tetapi mantan penghuninya sekarang bisa disebutkan antara lain: Andi Malarangen (Jubir Presiden SBY), Rizal Malarangeng, M. Syahbudin Latief (P2K UGM), Dudung Abdul Muslim (Suara Merdeka), Jose Rizal (Republika), R, Toto Sugiharto, Abdul Hakim dan group cah Pekalongan dari angkatan 80-an, yang lain bisa dilihat dari daftar tunggakan asrama yang belum lunas sampai sekarang (he.. he.. he..). Sedang angkatan 90-an yang sekarang sering muncul di tv yaitu Fahmi Badoh yang anggota pekerja ICW.

Ketika menjadi warga asrama pertama kali kesan yang terekam yaitu kumuh dan pengap. Gaya penghuninya memang gaya mahasiswa banget, semau gue walau bukan berarti tanpa aturan. Seingatku banyak kesepakatan-kesepakatan yang menjadi aturan warga asrama. Harap maklum saja, ketika Koperasi Mahasiswa (Kopma) melepas hak pengelolaannya karena sudah tidak bisa membereskan tunggakan-tunggakan uang sewa penghuni asrama maka secara sepakat warga mengelola sendiri asrama dan dalam musyawarah di Gedung P3PK UGM sampai dini hari nama asrama menjadi Cemara Lima. Nama itu diambil dari jumlah pohon cemara laut yang tumbuh di depan asrama berjumlah 5 batang (menurut info adikku yang sekarang kos di dekat asrama, pohon cemara tinggal 3 saja dan sedang ditanam lagi 2 batang karena nama asrama masih Cemara Lima).

Uang sewa pertama yang kubayar yaitu Rp 7.000,00/bulan (awal 90-an) dan naik sesuai kebutuhan tagihan air dan listrik. Naik menjadi Rp 10.000,00/bulan dan sekarang konon sekitar Rp 100.000,00/bulan. Memang sangat murah dibanding kos-kosan disekitarnya. Kamar kos di kampung untuk ukuran 2,5 X 2,5 meter setahun Rp 600.000,00 – Rp 800.000,00 yang paling murah. Itu pun keadaan kosong sementara di asrama semua sudah tersedia, tempat tidur, kasur, meja belajar, lemari pakaian, meja makan,1 kamar mandi untuk setiap 3 kamar dan ada ruang tamu dengan meja dan kursi tamu. Murah sekali, sehingga banyak penghuninya lulusnya lebih dari 6 tahun bahkan ada yang 14 tahun!

Kemewahan untuk ukuran mahasiswa dari kampung ketika tinggal di asrama tersebut menyebabkan betah. Walau ada kekurangan seperti bocornya kamar mandi menjadi hal yang diabaikan. Untuk urusan kebocoran kamar mandi ini hanya dialamai yang menguni lantai 1 – 3 karena mendapat bocoran dari lantai atasnya, sedang yang berada di lantai 4 cukup aman dari kebocoran.

Pengalaman lain ketika di asrama yaitu ketika gempa dari Gunung Merapi. Kebetulan selama di asrama kamarku di lantai 4 gedung Selatan pojok Selatan, sehingga sering merasakan gempa. Karena di lantai paling atas gerakan gempa terasa lebih kuat dibandingkan di lantai bawah. Bahkan pernah tempat tidur bergoyang cukup keras, tetapi akhirnya menjadi biasa karena sudah terbukti aman.

Konstruksi asrama yaitu rangka dari besi-besi baja besar, entah apa namanya. Konon tembok-temboknya dari panel-panel cor. Atap asbes dengan rangka besi, tangga yang mengubungkan setiap lantai dari plat besi. Lantai dari cor beton bertulang. Sebagai gambaran tambahan yaitu asrama terdiri dari 2 gedung, masing-masing gedung memiliki 2 blok. Setiap blok terdiri dari 4 lantai yang setiap lantai terdiri dari 2 flat yang dipisahkan dengan tangga penghubung antar lantai. Setiap flat terdiri dari 3 kamar, 1 kamar mandi, ruang cuci piring, ruang makan dan ruang tamu.


Konstruksi asrama susun dengan rangka baja teruji tahan gempa dan pada gempa tektonik di Yogyakarta tahun 2006 juga tidak mengalami kerusakan berarti. Pilihan konstruksi tersebut selain tahan gempa juga cukup ringan karena bahan panel tembok luar dari bahan yang ringan tetapi cukup kuat. Kekurangan dari bahan konstruksi tersebut yaitu tidak tahan air, sehingga akibat kebocoran dari pembuangan air kamar mandi menyebabkan bebrapa rangka baja tersebut berkarat.

Berdasar pada tulisan Kisah Asrama Mahasiswa UGM "Cemara Lima" Yogyakarta aspek teknis bangunan Cemara Lima memang berbeda. Itu sebabnya warga kampus menjulukinya sebagai bangunan eksperimen. Bagian dinding dan lantai bangunannya tidak menggunakan batu bata melainkan bermis. Yaitu, menggunakan campuran PC dengan batuan pumice, dengan perbandingan 1:9, dan menggunakan sistem precast. Keuntungan bermis adalah ringan. Tapi ia tidak kedap air seperti beton.

Hal ini menyebabkan pengecoran pada dinding dengan lantai maupun kolom menjadi tidak sempurna. Masing-masing seperti berdiri sendiri-sendiri. Inilah yang menjadi sumber kebocoran di kamar mandi maupun area dapur. Sedangkan bagian lantai yang dilapis seng, akhirnya juga karatan. Perbaikan yang dilakukan dengan cor beton biasa. Hubungan kolom dengan lantai dibuat seperti tanggul, tetapi ini pun masih belum bisa dikatakan sempurna. Kebocoran tetap masih ada.

Semula pembangunan asrama susun tersebut memang untuk percontohan tetapi menjadi satu-satunya dan tetap menjadi contoh. Ketika UGM membangun asrama mahasiswa Magister Manajemen konstruksinya lebih mahal dan tentunya bangunannya juga mentereng. UGM sebagai kampus merakyat sekarang pun sudah hilang menjadi kampus borju seiring perubahan menjadi BHMN.

Silahkan studi banding ke asrama Cemara Lima UGM bagi yang ingin membangun asrama susun dengan konstruksi tahan gempa. Mumpung asrama tersebut belum dirobohkan karena kabarnya akan beralih fungsi. Semoga kabar itu tidak benar.

Sumber :

http://elfarid.multiply.com/journal/item/48

Kisah Asrama Mahasiswa UGM “Cemara Lima” Yogyakarta

Sama-sama milik Universitas Gadjah Mada. Sama-sama pula dikelola oleh universitas. Namun, asrama mahasiswa UGM yang terletak di Karang Gayam Dp. I Dn. 8 No. 01 Yogyakarta memiliki kisah yang lebih unik bila dibandingkan dengan riwayat dua asrama mahasiswa UGM lainnya: Dharma Putra dan Ratnaningsih.

Asrama Cemara Lima, demikian warga UGM menyebutnya. Memang demikianlah nama yang dilekatkan kepadanya, seperti tercantum dalam dokumen resmi UGM. Seperti halnya Dharma Putra dan Ratnaningsih, pembangunan Asrama Cemara Lima juga tidak dilakukan oleh UGM. Asrama ini dibangun dengan dana bantuan presiden atau yang populer dengan istilah Banpres pada tahun 1982.

"Pembangunan asrama ini dimulai 6 Juli 1982 oleh PT Kreabumi dari Bandung, dengan kontrak perjanjian No. 194/Banpres/7/82. Sedangkan nilai proyeknya saat itu adalah Rp 203.784.000. Asrama ini terdiri dari dua unit flat. Masing-masing memiliki empat lantai. Sedangkan tanahnya seluas 5868 m2 adalah milik UGM," jelas Budiman, staf Pengelolaan dan Pemeliharaan Aset (PPA) UGM, di kantornya, Senin (1/5), sembari memperlihatkan dokumen teknis Asrama Cemara Lima.

Sepanjang ingatan Pak Budiman yang saat itu bertugas sebagai pengawas lapangan pembangunan asrama, semula Asrama Cemara Lima akan dikembangkan menjadi delapan unit. Tetapi dia tak tahu mengapa rencana itu tak pernah menjadi kenyataan dan malah mandeg di tengah jalan. Dia juga tak tahu mengapa penyerahan fisik bangunan asrama kepada UGM dilakukan oleh Abdul Gafur, Menteri Negara Pemuda dan Olah Raga (Menpora) pada masa itu.

"Dulu, rencananya mau diresmikan oleh Pak Harto (Presiden Suharto, red) karena asrama ini merupakan bangunan percontohan. Makanya, universitas lantas melakukan pengaspalan jalan segala," kata Pak Budiman sembari menambahkan, UGM melengkapi Cemara Lima dengan fasilitas pendukung seperti, tempat parkir, lapangan olah raga berikut peralatannya, dan menara air.

Namun, seperti diutarakan Suwarjo SH, mantan Kepala Biro Administrasi Kemahasiswaan UGM, pembangunan Asrama Cemara Lima sesungguhnya bertujuan untuk menghidupi koperasi mahasiswa (Kopma). Itu sebabnya, sejak awal pengelolaan asrama ini diserahkan kepada Kopma UGM, dan bukan oleh universitas seperti halnya pada Dharma Putra dan Ratnaningsih.

"Itu memang untuk ngurip-uripi Kopma. Sama seperti yang kita lihat di universitas lain seperti UNS misalnya, asrama mahasiswanya juga dikelola oleh Kopma. Ya diurip-uripi-lah," papar Pak Warjo ketika ditemui di ruang kerjanya, UPT Perpustakaan UGM, Selasa (9/5).

Namun sepanjang ingatan Pak Warjo, pengelolaan Cemara Lima oleh Kopma UGM tak berlangsung lama. Hanya dalam rentang waktu sekitar tahun 1984 sampai dengan tahun 1988/1989 saja. "Mungkin karena Kopma tak bisa lagi mengelolanya. Waktu itu, banyak mahasiswa, warga asrama, yang mbeling. Dan kondisi fisiknya juga sudah rusak. Lalu ada tunggakan listrik dan air," katanya.

Tetapi, lanjut Pak Warjo, universitas tak serta merta menerima limpahan Cemara Lima dari Kopma UGM. Sehingga hampir 2-3 tahun lamanya asrama ini terkatung-katung nasibnya. Kondisi ini tak urung mengundang keprihatinan dari eks warga Cemara Lima. Mereka pun menawarkan diri untuk mengelola asrama. "Tapi terus ndak jadi setelah melihat kondisi asrama yang rusak. Kamar mandinya bocor," paparnya.

Akhirnya UGM memutuskan untuk merehabilitasi Cemara Lima. Rehabilitasi ini dilakukan bergantian dengan dua asrama lainnya, yakni Dharma Putra dan Ratnaningsih, dengan dana OPF. Sedangkan rehabilitasi kamar mandi dilakukan dengan menggunakan dana universitas.

Dari aspek teknis bangunan, jelas Pak Budiman, Cemara Lima memang berbeda. Itu sebabnya warga kampus menjulukinya sebagai bangunan eksperimen. Bagian dinding dan lantai bangunannya tidak menggunakan batu bata melainkan bermis. Yaitu, menggunakan campuran PC dengan batuan pumice, dengan perbandingan 1:9, dan menggunakan sistem precast. "Keuntungan bermis adalah ringan. Tapi ia tidak kedap air seperti beton," jelasnya.

Hal ini menyebabkan pengecoran pada dinding dengan lantai maupun kolom menjadi tidak sempurna. Masing-masing seperti berdiri sendiri-sendiri. Inilah yang menjadi sumber kebocoran di kamar mandi maupun area dapur. Sedangkan bagian lantai, yang dilapis seng, akhirnya juga karatan. "Oleh universitas sebagian diperbaiki dengan cor beton biasa. Hubungan kolom dengan lantai dibuat seperti tanggul. Tapi ini pun masih belum bisa dikatakan sempurna. Kebocoran tetap masih ada," papar Pak Budiman.

Sunarto S.Sos, Kepala Biro Administrasi Kemahasiswaan UGM, juga mengakui bahwa dari segi bangunan, Cemara Lima memang kurang kuat. Dia mengingat pada tahun 1996-1997, universitas pernah merenovasi kamar mandi dan atap. Saat itu, beberapa warga asrama dipindahkan ke Dharma Putra. "Besi-besinya tidak di-lepo sehingga jika terkena air hujan lalu korosi," katanya, di ruang kerjanya, Rabu (3/5).

Upaya renovasi Cemara Lima akhirnya seperti tambal sulam. Itu sebabnya, lanjut Pak Narto, saat ini UGM membentuk sebuah tim dari Fakultas Teknik UGM untuk melakukan studi kelayakan terhadap Cemara Lima. "Rekomendasi dari FT inilah yang akan dipakai oleh universitas. Jadi akan ada, mana bagian yang layak dan mana yang tidak. Kalau soal dana rehabnya, harus ada RKAT di unit kerja," jelasnya.

Populer

Lepas dari kerusakan di sana-sini, asrama ini cukup populer di kalangan mahasiswa UGM. Dra. Nurzani Indrawati, Manajer Asrama UGM, mengakui minat mahasiswa untuk tinggal di Cemara Lima lebih besar bila dibandingkan dengan Dharma Putra. Jarak tempuh ke kampus yang relatif dekat adalah salah satu alasan yang biasa dikemukakan.

"Tapi, dengan kondisi seperti sekarang ini, terpaksa kami tidak bisa menerima penghuni baru. Kami sangat khawatir dengan keselamatan mereka. Hingga Mei ini, tinggal 51 mahasiswa yang ada di sana. Uang asramanya Rp 200 ribu per tiga bulan," jelas Bu Nurzani.

Tata ruang yang representatif juga menjadi alasan lainnya. Setiap flat terdiri dari 16 unit. Masing-masing lantai terdiri dari empat unit. Setiap unit berukuran 6 x 9 m dan memiliki tiga kamar tidur (masing-masing berukuran 3 x 3 m), ruang tamu, ruang makan, dapur, kamar mandi + WC dan ruang jemuran. Setiap kamar tidur dirancang dihuni untuk satu orang. Bayangkan privacy yang ditawarkan di sana.

"Model seperti itu, sebenarnya kurang tepat jika diperuntukkan bagi mahasiswa S1. Kontrolnya jadi ndak mudah. Nuansa kekeluargaannya pun jadi kurang. Seharusnya ada pengawas yang tinggal di sana," kata Bu Nurzani.

Pak Wardjo pun kembali mengenang berbagai ke-mbeling-an warga Cemara Lima, tempo dulu. Soal perkelahian pengawas dengan anak asrama, ada yang memelihara anak-anak anjing untuk dijual lagi, ada pula yang beternak ayam, lalu ada penghuni yang enggan meninggalkan asrama meski telah berkeluarga atau lulus. "Saya adalah sejarah. Kalau saya keluar, nanti cerita asrama ini terputus .... Mahasiswa selalu saja punya 1001 alasan untuk berkelit," kenang Pak Wardjo.

Ketika badai krisis menerpa Indonesia 1998 lalu, menurut Pak Wardjo, UGM membantu penghuni Cemara Lima dengan mengirim beras dan membantu mencarikan beasiswa. "Saat itu, ada penghuni yang sampai tidak bisa makan. Mereka hanya makan daun-daunan. Ada pula yang sampai 26 bulan nunggak iuran asrama. Universitas pun akhirnya turun tangan, membantu mereka," kenangnya.

Tapi, tak selamanya asrama mahasiswa beraroma kisah tak sedap. Belum lama ini, lima warga Cemara Lima, yakni Margianto, Sunarso, Sulthons Andis Sahara, Dodi Indra, dan M Pantas Ardiansyah, berhasil menorehkan prestasi emas. Menamakan diri, Tim Burjo Jaya UGM, mereka berhasil menyabet penghargaan tertinggi Innovative Entrepreneurship Challenge di ITB, lewat karya "Bubur Kacang Ijo Instan".

Sumber :

Kabar UGM Online

Edisi 57/IV/22 Mei 2006

Sabtu, 19 Juli 2008

Beberapa Foto Warga

Dari kiri ke kanan : Ikhsan, Agung Eko, Slamet, Nurul, Sochib, Agus Nefo, Hafis Muslim

Dari kiri ke kanan : Arif (Cimood), Widi Atmoko, Hamzir (jongkok), Muflih Dahlan, Basri, Hafis Muslim, Tutut WIdiantoro
dari kiri ke kanan : Widi Atmoko, Muflih Dahlan, Sochib, Basri, Hafis Muslim, Tutut Widiantoro

Perkenalan Blog

Blog ini dibuat sebagai forum komunikasi serta silaturahmi bagi alumni asrama Cemara Lima.

Bagi teman-teman warga yang mempunyai foto dokumentasi kegiatan asrama seperti Orientasi Masuk Asrama, Pemilihan Ketua, maupun aktivitas sehari-hari, bisa meng-uploadnya di blog ini.

Teman-teman juga bisa mengirimkan cerita suka duka tinggal di asrama, kesan, pesan maupun sekedar kangen-kangenan dengan sesama penghuni lain Asrama Cemara Lima.

Sumbang saran pada blog ini senantiasa ditunggu.

Terima kasih.

Mengenai Saya

Foto saya
Forum Komunikasi & Silaturahmi Alumni Asrama Cemara Lima, Berbagi Pengalaman, Berbagi Kenangan
Join My Community at MyBloglog!